Pohon Layu - Bagian I
I heard that a person speaks 16,000 words a day on average.
Sepertinya, saya tidak mengucapkan lebih dari 1000 kata hari ini, atau kemarin, atau hari-hari sebelumnya.
Hari-hari silih berganti tanpa menunggu siapapun. Saya mulai kehilangan waktu. Tanpa saya sadari, keponakan-keponakan saya akan mulai menyusun skripsi dan melangkahkan kaki mereka ke dunia yang sebenarnya. Hidup mereka tidak lagi terpaku pada sebuah ruangan kotak yang berisikan papan tulis, meja, dan kursi. Namun, kaki saya masih saja enggan maju.
Malam ini semua berjalan seperti malam-malam sebelumnya. Beberapa pedagang keliling dan motor melewati jendela kamar saya seenaknya. Bukan salah mereka, tapi tetap saja itu menjengkelkan. Meskipun suara-suara terus datang dan pergi, tetapi rumah saya sunyi. Tiap orang tetap di kamarnya masing-masing. Tidak ada obrolan atau candaan.
Detik demi detik berlalu, tidak ada yang berubah. Saya pun begitu. Stuck. Bingung bagian mana yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Tidak. Sebenarnya saya tahu jawabannya. Tapi saya enggan melakukannya. Meski tubuh saya akan segera berusia tiga puluh dalam dua tahun kedepan, saya tetap merasa seperti.... anak bungsu.
Apa memori masa kecil yang paling berkesan di kepala Anda? Yang bisa Anda ingat tanpa harus melihat foto atau video dari masa lampau? Salah satu yang melekat di kepala saya adalah sebuah pengalaman traumatis saat saya memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Hari itu, mungkin adalah minggu pertama atau kedua saya memulai pendidikan menengah. Saya masih ingat bagaimana ceria dan excited-nya saya untuk memiliki teman-teman baru di tempat yang baru. Di sekolah saya dulu, ada program keterampilan: Pertanian, Kerajinan, dan Tata Boga. Masing-masing keterampilan memiliki tiga kelas disetiap angkatan.
Tahun itu, masih membutuhkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Saya tidak tahu bagaimana SMP saya membagi kelas dan keterampilan, tahu-tahu saya masuk ke dalam program keterampilan kerajinan. Saya tidak ada masalah sama sekali dengan hal itu. Toh, bukan saya juga yang menentukan kelasnya. Tapi Ibu saya bereaksi dengan sedikit ekstrem.
Saat pulang sekolah bersama teman saya, tidak sengaja kami berpapasan dengan Ibu saya. Beliau sedang menikmati makan siangnya di sebuah warung bakso kecil yang dimiliki oleh Ua/Uwa saya. Entah mendengar dari siapa, beliau berkata bahwa ada salah seorang dari angkatan saya yang berpindah dari keterampilan pertanian ke keterampilan tata boga. Beliau menyarankan saya untuk melakukan hal yang sama, tetapi saya menolak.
Menurut Anda, respon apa yang seharusnya seorang Ibu berikan jika anaknya menolak saran yang ia berikan? Saya tidak tahu jawaban Anda, tapi saya dapat menceritakan jawaban Ibu saya. Memori hari itu terasa seperti masih kemarin atau minggu lalu. Rasa sakit dan sesak di dada saya masih sangat nyata. Sebuah bangku plastik melayang ke arah saya. Karena saya, seorang siswa baru, menolak untuk mengganti keterampilan di sekolah saya.
Tentu saja, saya tidak menolak tanpa ada alasan. Saya pun tahu, di kepala Beliau, tata boga jauh lebih berguna dibandingan kerajinan. Tetapi, untuk dapat melakukan perpindahan kelas, saya harus menemukan seseorang dari keteramplilan tata boga yang mau bertukar posisi dengan saya yang ada di kelas kerajinan. Selain itu, saya juga sudah mulai nyaman dengan suasana kelas yang saya tempati. Hingga hari ini pun, saya tidak menyesal karena bertahan di kelas tersebut.
Saya tidak terlalu ingat respons saya terhadap bangku yang melayang tersebut. Yang pasti, rasa takut dan sakit hati telah terukir. Perasaan itu, seperti hama yang menggerogoti hati saya. Hingga yang tersisa hanyalah sebuah pohon layu dengan akar-akar keputus-asaan. Ranting-ranting rapuh yang akan hancur hanya dengan disentuh. Bunga bangkai amarah dan dendam yang baunya tidak akan hilang bahkan hingga puluhan tahun.
Setiap kali saya mencoba untuk mengobati diri saya, mengobati pohon layu tersebut, Beliau selalu saja membawa hama-hama lain yang terus mengambil alih pikiran dan hati saya.
-bersambung (mungkin)-

Komentar
Posting Komentar